Ketika memasuki halaman depan, saya langsung disambut dengan rangka besi
motor Suzuki yang sudah berkarat dan tulang belulang sapi. Menurut Mas
Widodo, adik Pak Riyanto yang ditugaskan menjaga museum dan menjadi
guide kami saat itu, sapi yang rangkanya dipajang di depan rumah
mempunyai arti penting. Dari sapi itulah Pak Riyanto bisa membangun
rumah dan menghidupi keluarganya.
Keluarga Pak Riyanto dan Mas Widodo termasuk warga yang tertib. Mereka sudah berada dalam barak pengungsian ketika Merapi sedang meluapkan amarahnya tanggal 5 November 2010. Sekembalinya dari pengungsian, Pak Riyanto bukannya membuang atau menjual hartanya yang sudah meleleh, ia malah justru menyuruh Mas Widodo untuk mengumpulkannya. “Yah, daripada stres mikirin yang udah abis semua.” begitu menurut beliau.
“Pernah ada yang mau beli, tapi nggak dikasih sama Mas Riyanto. Kalau satu beli, yang lain mau ikut beli, nanti barangnya lama-lama habis.” Mas Widodo menjelaskan bahwa peminat biasanya membeli untuk koleksi pribadi. Sejauh ini tidak pernah ada nominal yang tercetus karena belum ada proses transaksi, keburu ditolak sama kakaknya.
Museum ini tidak memungut biaya, pengunjung yang datang bisa memberi uang seikhlasnya di kotak sumbangan. Seneng deh melihat masih ada yang peduli untuk mendirikan museum walau sebenarnya keluarga Mas Riyanto bisa mendapatkan uang dari barang-barang rongsokannya.
Meskipun singkat karena harus segera bergabung dengan tim, kunjungan ke desa ini membawa saya bernostalgia ke tiga tahun lalu. Saya dan beberapa teman lain pernah menjadi saksi mati erupsi Merapi. Kami membantu aparat-aparat lokal untuk mengungsikan warga dan mendistribusikan bantuan berupa pakaian dan makanan. Karena saya pernah mengalami susahnya membujuk warga untuk mengungsi, lega rasanya waktu tau kalau Pak Riyanto dan keluarga bukan termasuk orang yang susah untuk diajak pindah ke barang pengungsian. Kalau mereka tidak mengungsi ke barak pengungsian tiga tahun lalu, mungkin museum ini tidak pernah ada.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika mengunjungi Desa Kinahrejo dan sekitarnya:
– Jangan mencoba naik motor atau mobil biasa jika tidak terbiasa menyetir di jalur offroad. Kalau kata warga setempat “Daripada kepater, mendingan sewa jeep aja.”
– Pakai masker hidung ketika berkeliling naik mobil jeep di jalur lava tour, kalau perlu pakai kacamata masker jika mata kamu sensitif. Kalau kulit kamu sensitif, pakai baju dan celana lengan panjang.
– Pakai lotion atau sunblock dari tempat keberangkatan dan pastikan sudah kering (meresap di kulit) ketika lava tour. Karena kalau belum, debu pasir akan mudah menempel di wajah dan di kulit.
– Pastikan kamera dilengkapi strap ketika mengambil foto di atas jeep yang sedang berjalan. Tujuannya untuk meminimalisir kemungkinan kamera lepas dari tangan karena guncangan.
– Jangan berdiri terlalu dekat dengan jurang ketika ingin melihat mobil pengeruk pasir karena pasirnya bisa ambles ke bawah kapan saja.
– The most important thing: karena akan sulit menemukan tempat sampah, bawa kantong plastik atau kantongin sampah sendiri dan jangan membuang sampah sembarangan di area pasir.
Keluarga Pak Riyanto dan Mas Widodo termasuk warga yang tertib. Mereka sudah berada dalam barak pengungsian ketika Merapi sedang meluapkan amarahnya tanggal 5 November 2010. Sekembalinya dari pengungsian, Pak Riyanto bukannya membuang atau menjual hartanya yang sudah meleleh, ia malah justru menyuruh Mas Widodo untuk mengumpulkannya. “Yah, daripada stres mikirin yang udah abis semua.” begitu menurut beliau.
“Pernah ada yang mau beli, tapi nggak dikasih sama Mas Riyanto. Kalau satu beli, yang lain mau ikut beli, nanti barangnya lama-lama habis.” Mas Widodo menjelaskan bahwa peminat biasanya membeli untuk koleksi pribadi. Sejauh ini tidak pernah ada nominal yang tercetus karena belum ada proses transaksi, keburu ditolak sama kakaknya.
Museum ini tidak memungut biaya, pengunjung yang datang bisa memberi uang seikhlasnya di kotak sumbangan. Seneng deh melihat masih ada yang peduli untuk mendirikan museum walau sebenarnya keluarga Mas Riyanto bisa mendapatkan uang dari barang-barang rongsokannya.
Meskipun singkat karena harus segera bergabung dengan tim, kunjungan ke desa ini membawa saya bernostalgia ke tiga tahun lalu. Saya dan beberapa teman lain pernah menjadi saksi mati erupsi Merapi. Kami membantu aparat-aparat lokal untuk mengungsikan warga dan mendistribusikan bantuan berupa pakaian dan makanan. Karena saya pernah mengalami susahnya membujuk warga untuk mengungsi, lega rasanya waktu tau kalau Pak Riyanto dan keluarga bukan termasuk orang yang susah untuk diajak pindah ke barang pengungsian. Kalau mereka tidak mengungsi ke barak pengungsian tiga tahun lalu, mungkin museum ini tidak pernah ada.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika mengunjungi Desa Kinahrejo dan sekitarnya:
– Jangan mencoba naik motor atau mobil biasa jika tidak terbiasa menyetir di jalur offroad. Kalau kata warga setempat “Daripada kepater, mendingan sewa jeep aja.”
– Pakai masker hidung ketika berkeliling naik mobil jeep di jalur lava tour, kalau perlu pakai kacamata masker jika mata kamu sensitif. Kalau kulit kamu sensitif, pakai baju dan celana lengan panjang.
– Pakai lotion atau sunblock dari tempat keberangkatan dan pastikan sudah kering (meresap di kulit) ketika lava tour. Karena kalau belum, debu pasir akan mudah menempel di wajah dan di kulit.
– Pastikan kamera dilengkapi strap ketika mengambil foto di atas jeep yang sedang berjalan. Tujuannya untuk meminimalisir kemungkinan kamera lepas dari tangan karena guncangan.
– Jangan berdiri terlalu dekat dengan jurang ketika ingin melihat mobil pengeruk pasir karena pasirnya bisa ambles ke bawah kapan saja.
– The most important thing: karena akan sulit menemukan tempat sampah, bawa kantong plastik atau kantongin sampah sendiri dan jangan membuang sampah sembarangan di area pasir.
No comments:
Post a Comment